Menerima Kehilangan; Tentang Pohon dan Ulat Kecilnya

Aku punya cerita tentang Pohon dan seekor Ulat Kecil.

Saat itu, Pohon menyambut kehadiran seekor Ulat Kecil yang merayap pada dahannya. Ia menyambutnya dengan penuh cinta. Sejak saat itu, Pohon dan Ulat Kecil menjadi sepasang teman baik, yang kemudian saling mencintai. Banyak hal mereka lewati bersama.

Pohon senantiasa menyediakan dahan-dahan tempat ia menopang sang Ulat Kecil yang senang bermain ke sana kemari. Memastikan bahwa Ulat Kecil kesayangannya tidak pernah merasakan sakit karena terhempas jatuh ke tanah. Dedaunan yang rimbun tersedia untuk sang Ulat Kecil yang banyak makan ini agar ia betah untuk tinggal. Pohon yang kesepian bahagia ada Ulat Kecil di hidupnya. Ulat Kecil pun bahagia ada Pohon tempat ia bisa bertopang.

Seiring berjalannya waktu, Pohon menemani Ulat Kecil yang mulai tumbuh dewasa. Ulat Kecil tidak seceria dulu lagi. Ia menjadi pendiam, tertutup, karena Ulat Kecil mulai berubah menjadi Kepompong. Ulat Kecil yang kini berselimut Kepompong itu tidak lagi bermain ke sana kemari seperti dulu, tetapi ia tetap tinggal, menggantung pada Pohon. Pohon dengan sabar menemaninya, menunggu hari di mana Ulat Kecil akan keluar dari Kepompong dan bermain lagi bersamanya melewati hari-hari seperti biasa.

Hingga akhirnya hari saat sang Ulat Kecil keluar dari Kepompong tiba. Pohon amat bahagia dan kagum akan metamorfosa Ulat Kecil kesayangannya. Ia berubah jadi semakin menawan. Pohon tak sabar menunggu momen saat Ulat Kecil bisa bermain lagi dengannya, dengan sayap-sayap indah yang sekarang sudah Ulat Kecil miliki.

Namun apa yang tidak pohon mengerti? Ulat Kecil merasa Pohon bukan lagi tempatnya bernaung. Sudah takdirnya bagi Ulat Kecil untuk terbang tinggi, meninggalkan Pohon, lalu hinggap pada Bunga di mana ia harus berada. Pohon terluka melihat Ulat Kecil terbang tinggi tanpa mengucapkan perpisahan, hinggap pada Bunga yang jauh dari pandangan mata Pohon.

Tentu meski telah jauh, ada banyak ketakutan yang Pohon alami. Apakah Ulat Kecil bisa cukup makan di sana? Apa sayap Ulat Kecil cukup kuat untuk menahannya suatu hari agar tidak jatuh lagi? Ia tahu, Ulat Kecil yang banyak makan itu sering takut untuk jatuh. Oleh karenanya, Pohon senantiasa ada di sana, menyediakan dahannya, memastikan kesayangannya tidak pernah jatuh.

Dalam kesedihan dan kesepian yang dirasakannya, Pohon tersadar, Ulat Kecil sudah bukan Ulat Kecil kesayangannya lagi. Ia sudah berubah jadi seekor Kupu-Kupu. Kupu-Kupu menawan yang sudah siap terbang tinggi dan Pohon ucapkan selamat tinggal.

Dalam tangisnya, Pohon menerima kepergian Ulat Kecil. Ulang Kecil yang sudah jadi Kupu-Kupu yang telah siap hinggap pada Bunga. Pohon tersadar akan sesuatu. Teman yang harusnya ia anggap berharga dan ia beri porsi besar dalam hidupnya bukanlah Ulat-Ulat yang datang dan pergi, melainkan Bumi tempat ia bisa terus tegar dan berpijak dengan kuat sampai sisa akhir hidupnya.

Belajar Menerima sebuah Kehilangan

Sebelum menjadi Pohon yang kemudian siap menerima kepergian Ulat Kecil, ada beberapa tahapan kesedihan yang aku alami. Perjalanannya amat menguras energi.

Penyangkalan

Aku menyangkal segala perubahan yang terjadi. Aku berpikir bahwa ini hanya kejenuhan sesaat. Aku terus optimis bahwa segalanya akan kembali jadi baik-baik saja. Apa yang terjadi saat ini pasti hanya berlangsung sebentar dan semua kembali seperti semula.

Kemarahan

Aku marah. Aku kecewa. Aku mengutuk apa yang ia lakukan. Aku mengutuk segala hal yang mendukung keputusannya. Mengapa ia seakan buta dan tidak bisa melihat proses yang sudah kami jalani selama dan sejauh ini? Mengapa rancangan masa depan yang sudah kami bangun berdua seolah sudah tidak ada bekasnya? Mengapa ia segegabah itu?

Menawar

Saat kemarahan berlalu, aku sebisa mungkin belajar memperbaiki semuanya. Mungkin jika aku tidak bersikap seperti itu, ia akan memilih untuk tinggal. Mungkin kalau aku bisa benar-benar jadi yang ia mau, ia tidak akan begini. Semua solusi atas perbaikan sebuah hubungan aku tawarkan demi menyelamatkan apa yang sudah kami jalin.

Depresi

Tahapan satu ini paling berat untuk aku jalani. Tiada hari tanpa gangguan tidur. Tiada hari tanpa menangis tiba-tiba. Di kendaraan, di atas sajadah, saat mengaji, bahkan sampai tersungkur di kamar mandi. Tiba-tiba menangis tanpa suara, sampai sesak dada, seakan mau mati. Ruam-ruam pada kulit bermunculan, badanku panas, rasanya usiaku sebentar lagi.

Penerimaan

Akhirnya aku sampai pada tahap di mana aku sadar, aku tidak bisa menahan seseorang yang sudah tidak mau tinggal. Tidak ada yang salah akan ketulusan yang sudah aku hadiahkan selama ini. Aku merasa beruntung menjadi pihak yang masih mencintai sampai pelukan dan tangis terakhir, bahkan sampai tulisan ini dibuat. Aku masih mencintai.

Namun mencintai bukan berarti menggenggam erat. Aku mengucapkan selamat tinggal setelah sebuah pelukan hangat yang kami saling berikan siang itu. Aku bahagia bisa jadi seseorang yang mengantarnya sampai di sini. Bisa menyaksikan ia tumbuh dewasa. Aku senang bisa jadi bagian dari masa-masa peralihan remaja-dewasanya. Aku harus menerima bahwa dewasanya bukan untukku.

Tidak ada yang salah dari mencintai sepenuhnya dan sampai akhir. Saat melepas, aku merasa lebih lega. Merasa beruntung bisa selalu memberikan yang terbaik sampai akhirnya aku menitipkannya pada seseorang yang ia mau.

Selamat jalan, Ulat Kecil. Jangan lupa makan. Perkuat sayapmu jangan sampai jatuh lagi. Aku akan selalu jadi Pohon tempatmu pernah berada dan menyaksikan proses menakjubkanmu hingga bermetamorfosa seperti sekarang. Bahagia selalu. Aku menerima kehilanganmu.

Comments

Popular Posts