Cinta yang (melunturkan) (per)Beda(an)

Aku tak mengerti akan teori cinta yang dibuat sendiri oleh manusia. Teori yang mengatakan bahwa cinta itu mempersatukan dan meleburkan perbedaan. Namun nyatanya, hal itu malah dibantah lagi oleh manusia, karena teori tersebut hanya untuk cinta yang berada dalam lingkaran.
Ya. Hanya untuk cinta yang menurut mereka ‘diperbolehkan’.
Kuharap, maksudku ini segera kalian mengerti. Mengenai cinta yang hanya berada dalam lingkaran, yang katanya diperbolehkan, dan yang tak terhalang oleh tembok keyakinan.
Sekarang, aku yakin, kalian mengerti ke mana arah pembicaraan ini kubawa.
Aku sedang tidak ingin mendoktrin bahwa cinta yang menurut banyak orang tidak boleh ini adalah hal yang sah-sah aja. Aku pun sedang tak memintakan pendapat juga penghakiman. Di sini, di dalam tulisan ini, tepatnya di blog pribadiku ini, aku hanya sedang berusaha mencurahkan perasaan. Juga berbagi keluh kesah bersama kalian yang (jika kebetulan) berada di sisi yang sama denganku.
Mengapa aku memilih mengungkapkan semuanya di sini? Untuk mempengaruhi mereka yang imannya rapuh? Sekali lagi tidak. Aku tak memiliki niatan untuk membawa-bawa atau mencoreng ajaran agama manapun di sini. Mencurahkan perasaan, kutegaskan, mencurahkan perasaanlah yang sedang ingin kulakukan.
Lantas mengapa aku tak bercerita saja pada orang terdekat? Kalian (khususnya yang berada dalam posisi yang sama denganku) tahu, bahkan orang terdekat sekalipun pasti akan berpendapat sama dengan kebanyakan orang yang telah sejak awal memberi cap ‘tidak semestinya’ pada kisah cinta yang aku (dan beberapa orang) jalani ini. Maka hanya melalui tulisanlah aku mampu mengungkapkan perasaanku, tanpa ada yang menyela dan menginterupsi lebih dulu.
Beberapa orang memilih untuk mundur ketika menjalani kisah cinta yang seperti ini. Kuakui, aku salut, karena mereka berani untuk mengambil keputusan yang seperti itu. Cinta mereka lebih besar pada Sang Pencipta, dibanding pada ciptaan-Nya. Bagi mereka yang sudah mengambil jalan seperti itu, kuucapkan selamat, dan aku tak akan berbicara apa-apa lagi mengenai keberanian kalian. Sebuah ucapan selamat dan semoga berbahagia dengan hidup baru kalian sudahlah cukup. Maka, kusarankan, tutup saja halaman blog ini (begitu juga dengan kalian yang sejak awal membaca tulisanku sudah memiliki pendapat kontra), karena aku akan lebih banyak membahas tentang kehidupan pribadiku yang sudah/sedang tidak (ingin) kalian jalani (lagi).
Ada orang yang merasa lelah dan memutar arah langkah, ada pula yang pantang menyerah dan terus berjuang untuk bertahan.
Bagi kalian yang memilih untuk memperjuangkan cinta kalian, bagaimana cara kalian menguatkan hati, padahal dinding itu berdiri begitu tinggi? Bagaimana cara kalian bertahan, padahal menurut banyak orang cinta kalian tak diperbolehkan? Bagaimana cara kalian tetap bersama, sementara pendapat orang tentang kalian begitu menyakitkan telinga?
Bisakah kalian membagi sedikit keoptimisan itu padaku, yang sedang berusaha mengumpulkan keyakinan untuk bertahan? Bersediakah kalian sedikit saja membagi keyakinan kalian padaku, yang sedang memupuk kekuatan? Ingin rasanya keberanianku sebesar keberanian kalian, yang telah memutuskan untuk tetap berjuang demi cinta yang benar-benar mempersatukan dan meleburkan perbedaan.
Jika bicara dari sudut pandang agama, jelas yang kulakukan sangatlah tidak boleh, dan kalian (yang sejak awal berada di sisi yang berlawanan denganku) pasti akan menganggap yang kulakukan ini sia-sia. Namun biarlah cinta yang jadi milikku ini aku pertahankan, karena ia memang pantas aku pertahankan. Meski cinta itu beda, ia tak lantas membuat kami buntu menemukan persamaan. Meski cinta itu beda, ia mampu membuat kami tetap dapat saling menyempurnakan. Dan karena cinta itu beda, ialah yang justru mendidik kami belajar bertoleransi. Jadi, urusan agama, biarlah itu menjadi urusanku dengan Tuhan.
Aku yakin, beberapa di antara kalian yang telah berhasil bertahan, mengambil jalan keluar dengan membawa pasangan kalian ke sisi yang sama dengan kalian. Namun, aku tak ingin egois dengan menarik paksa dirinya berdiri di sisi yang sama denganku hanya karena cinta kami semata. Karena keyakinan adalah suatu hal yang menyangkut langsung dengan Tuhan, dan keinginan itu haruslah tumbuh karena Tuhan, bukan karena pasangan. Justru cinta seharusnya tidak boleh egois, karena ia dijalankan oleh sepasang manusia yang melangkah berdampingan dan tanpa dikuasai keegoisan. 
Aku ingin dicintai karena diriku, bukan karena orang lain. Maka Tuhan pun pasti ingin dicintai karena keagungan-Nya, bukan karena hal lain yang dirasa menduakan-Nya.
Semua celotehan tentang perasaanku ini sudahlah membuatku cukup lega. Aku ingin bertahan, sejauh yang aku mampu, dan jika dia pun bersedia berjuang berdua bersamaku. Untuk kalian yang memandang hubungan seperti ini dengan begitu pesimis, tidak apa, kalian bebas memiliki pandangan apapun. Maka, aku pun bebas memilih jalan apapun untuk hidupku, hidup kami.
Dengan ini, kuucapkan terima kasih bagi kalian yang sudah bersedia membuka pikiran dan dengan sabar membaca (yang kuartikan mendengarkan) curahan perasaanku melalui tulisan ini. Semoga kalian selalu diliputi perasaan bahagia dalam cinta.
Kalian yang memiliki kisah cinta yang sempurna.
Kalian yang memiliki cinta yang berada dalam lingkaran.
Kalian yang memiliki cinta yang tak terhalang tembok keyakinan.
Kalian yang memiliki cinta yang diperbolehkan.
Juga bagi kalian yang telah berani memutar arah langkah dalam kisah cinta yang seperti ini.
Terlebih,
bagi kalian yang telah berhasil memperjuangkan cinta yang katanya berbeda ini,
atau justru bagi kalian yang sama seperti aku, 
masih berjuang untuk cinta yang benar-benar melunturkan perbedaan ini.
Karena Tuhan menciptakan perbedaan, agar mampu bersatu dan saling menyempurnakan bukan?

Audrey D. Alodia

Saturday, June 27th 2015

Comments

Popular Posts