200 Jam


"Jika aku dan kamu diberi jatah waktu 200 jam, apa yang akan kita lakukan?"

Akankah kita marah pada Tuhan karena diberi waktu yang terasa bagai angin lalu?
Akankah kita kecewa karena sewindu saja terasa bagai seminggu?
Akankah kita bersedih karena tiap jam seperti goyangan api?
Akankah kita putus asa karena betapa sedikit waktu yang telah diberi?

Apa yang bisa kita lakukan di sisa waktu 200 jam?
Menghitung betapa dekatnya waktu perpisahan?
Mengeja seberapa panjang ucapan selamat tinggal?
Mengira kesedihan seperti apa yang di waktu kemudian akan kita rasa?

Tiap detik yang aku dan kamu miliki berharga.
Kumohon, jangan sampai itu semua sia-sia.
Tak boleh jatuh setetes pun air mata.
Karena begitu sedikit waktu yang aku dan kamu punya.

Lebih baik, selama itu, kita tertawakan luasnya dunia.
Kita yakinkan diri kita bahwa jaraknya takkan mampu membuat kita terbelenggu rindu dan kecewa.

Lebih baik, selama itu, kita rancang sebuah telepati.
Kita yakinkan diri kita bahwa meski ada sekat tebal memisahkan, kita tetap dapat berbicara dari hati ke hati.

Lebih baik, selama itu, kita selami samudera terdalam.
Kita bandingkan dengan dalamnya perasaan yang selama ini kita pendam.

Lebih baik, selama itu, kita hitung berapa banyak bintang-bintang.
Kita bandingkan dengan jumlah memori yang telah terlewati dan layak kita kenang.

"Apa yang akan aku dan kamu lakukan di sisa waktu 200 jam?"
"Apa pun, yang berkesan, tanpa ada kesedihan. Meski bersama kamu, 200 jam terasa bagai semalam."

Comments

Popular Posts