Kapan Kalian Bahagia untuk Diri Kalian Sendiri?

Tulisan ini kubuat sebagai selingan di tengah-tengah kemumetan menyusun skripsi. Hahaha istilah menyusun skripsi yang barusan kupakai seolah aku sudah menyentuh Bab III atau bahkan Bab V. Padahal, menyelesaikan Bab I saja belum.

Pffft.

Lantas, mengapa aku membuat tulisan ini di tengah-tengah kewajibanku yang menanti?

Entah, aku merasa ingin mencurahkan ini semua di jurnal online-ku yang sudah lama tidak kusentuh ini. Curhat yang ingin kubungkus secara serius ini mengenai...

Kapan kita punya hak untuk bahagia untuk diri kita sendiri?

Bukan, ini bukan tulisan seputar remaja dewasa yang putus asa pada hidup karena belum menemukan cinta. Meh, aku sedang tidak ingin membahas topik yang satu itu (hmm mentang-mentang punya pacar). Bukan. Melainkan tentang hal-hal lain yang nyatanya menjadi konsentrasi utamaku setelah hampir menyentuh garis finish di dunia perkuliahan.

Jadi, akhir-akhir ini aku mendengarkan sedikit curhat teman-temanku yang mayoritas perempuan tentang masa depan mereka. Mungkin, pernyataan di bawah ada yang sama dengan yang kamu rasakan?

Aku tuh sebenernya pengen jadi ini, Drey. Tapi kata mereka, perempuan bakalan terlalu sibuk kalo punya profesi ini, kan perempuan harus ngurus keluarga. Tapi aku pengen jadi ini, ini cita-citaku dari kecil.

Aku pengen kuliah lagi seberes S1, Drey. Tapi kata mereka takut ketuaan soalnya kan aku mesti nikah.

Aku sebenernya pengen kerja itu, Drey. Cuma kata mereka masa depannya kurang terjamin, jadi aku nggak boleh ambil profesi itu.

Seberes S1 di sini sebenernya aku pengen kuliah di luar negeri dan ambil S1 lagi. Cuma kata mereka itu buang-buang waktu dan aku bakalan ketuaan buat nikah. Padahal kan aku ambil S1 lagi di jurusan yang jadi cita-cita.

Duh, aku takut jadi omongan keluarga besar gara-gara telat lulus nih, Drey. Padahal kan aku di kampus bukan main, skip, atu nongkrong nggak jelas. Aku banyak ngikutin lomba, organisasi, dan jadi perwakilan kampus di luar. Jadi aja baru sempet skripsi sekarang.

WHY ARE YOU GUYS HAVE TO LISTEN TO WHAT PEOPLE SAY?!?!

Hehe, maaf lepas kendali.

Sejujurnya aku agak kesal mendengar teman-temanku harus mengorbankan dirinya sendiri demi terlihat hidup ideal di mata orang. Terutama yang perempuan, selalu dikaitkan dengan usia nikah nikah nikah nikah nikah nikah nikah nikah .......... 150x). Tolonglah, perempuan punya pilihan untuk menikah di usia berapa, dan bahkan punya hak untuk menikah atau tidak.

Begini, di sini aku sama sekali tidak punya masalah dengan teman-temanku yang sudah berumah tangga di usia muda. Malah, aku merasa bahagia untuk mereka dan iri sejujurnya.

Jika kalian berpikir aku kurang suka dengan pendapat orang bahwa perempuan tidak boleh menikah di usia yang terlalu tua karena aku sendiri ingin menikah di usia tua atau bahkan tidak ingin menikah,

YOU ARE TOTALLY WRONG!

Justru aku sendiri punya rencana untuk menikah di usia muda (kalau Tuhan dan orang tua berkehendak) sejujurnya. Alur hidup yang kuinginkan sesungguhnya adalah menjadi sarjana, bekerja, menikah, melanjutkan studi pascasarjana di luar negeri dengan suami, lalu memiliki anak setelah studi pasca-ku selesai. Namun orang lain TAK HARUS MEMILIKI ALUR HIDUP YANG SAMA dengan aku kan?

Justru yang membuatku kontra adalah pendapat-pendapat itu membuat teman-temanku mengorbankan kebahagiaan mereka demi mengikuti alur hidup yang kata orang-orang ideal. Bukankah ukuran kehidupan ideal seseorang itu beda-beda, ya? Kenapa sih harus memaksa?

Kemudian pendapat bahwa pekerjaan tertentu tidak bisa menjamin masa depan seseorang... ah tolonglah!

Aku memang bukan orang yang religius, tapi aku percaya bahwa TUHAN SUDAH MENGATUR REJEKI KITA ASAL KITA MAU BERUSAHA dan REJEKI KITA TIDAK AKAN PERNAH TERTUKAR DENGAN REJEKI ORANG LAIN. Memangnya yang berhak mempunyai masa depan itu profesi yang punya dana pensiun? Memangngnya yang berhak untuk berbahagia itu profesi yang jumlah gajinya besar?

Ingin tahu mengapa orang-orang berpendapat bahwa profesi tertentu menawarkan masa depan yang gemilang? Karena kebanyakan orang mengukur kesuksesan seseorang berdasarkan materi. Sungguh menyedihkan.

Selanjutnya, apa yang salah dengan seseorang yang menyelesaikan studi tidak tepat waktu? Oh tentu ada jika alasan keterlambatan studinya sangat sepele. Seperti contohnya sering bolos karena malas, terlalu banyak nongkrong, melalaikan tugas, sementara setiap malam orang tua berdoa meminta diberi kesehatan agar bisa terus mengais rejeki demi membayar biaya kuliah anaknya yang semakin mahal. Semoga para orang tua yang memiliki anak yang seperti itu senantiasa dilimpahkan berkah dan kasih sayang yang lebih oleh Tuhan.

Berbeda kasusnya jika keterlambatan lulus itu dikarenakan hal-hal yang bermanfaat. Entah karena banyak mencari pengalaman di organisasi dalam dan luar kampus, berprestasi di sana sini, ikut exchange ke luar negeri, aktif mengabdi di sebuah tempat, bekerja sampingan atau membuka usaha untuk membantu orang tua membiayai kuliah kita sendiri, faktor sistematika kelulusan di prodi yang tidak mudah seperti prodi lainnya, atau kita yang tidak ingin main-main melakukan penelitian skripsi. Hal-hal di atas atau mungkin beberapa hal bermanfaat lainnya yang lupa kusebut tentu bukan suatu masalah kan? Bahkan kalau waktumu habis karena prestasi, orang tuamu malah sebab akan bangga. Sebab anaknya nanti lulus dengan pengalaman dan ilmu yang mumpuni untuk kehidupan.

Aku sama sekali tidak berpendapat mereka yang lulus cepat itu tidak berpengalaman. Sama sekali tidak! Justru aku ingin menjadi mereka! Betapa bangga pasti orang tua kalian memiliki anak yang berhasil menyelesaikan studi sarjana kurang dari empat tahun. Seandainya aku menjadi kalian, mungkin di setiap kesempatan orang tuaku takkan pernah ketinggalan membangga-banggakanku di depan orang. Kalianpun memiliki masa pencarian kerja yang lebih panjang dibanding kami yang masih menjadi pejuang skripsi. Argh aku iri! Tapi mau bagaimana? Aku punya misi lain di dalam masa studi sarjanaku.

Jadi intinya, aku hanya ingin menguatkan dan meyakinkan teman-temanku untuk tidak merasa cemas dan mengorbankan kebahagiaan mereka sendiri demi terlihat ideal di depan orang lain. Kamu bisa menjadi apapun yang kamu mau, tanpa harus mempertimbangkan faktor usia menikah. Hey, kita tak pernah tahu kapan cinta sejati datang. Dia mungkin saja rekan kerjamu nanti. Mungkin juga dia yang kini bersamamu, datang melamarmu besok lusa, lalu ia menjadi teman hidup yang menemanimu menangkap mimpi-mimpi kalian bersama.

Tak perlu gelisah karena skripsimu belum kunjung selesai. Kalau kamu yakin yang kemarin kamu lakukan selama tujuh semester itu bermanfaat, tak perlu ada yang kamu sesali. Kamu sudah mendandani resume-mu dengan cantik. Tinggal yakinkan saja orang tuamu bahwa setelah lulus nanti, semua keringat mereka akan terbayar.

Namun jika ada hal yang perlu disesali dari semester lalu, oke, saatnya taubat, ya! Segera selesaikan tugas akhirmu ini. Orang tuamu yang sudah sepuh itu dengan binar di matanya dan peluh di dahinya menunggumu di garis finish. Ia ingin melihat anaknya segera jadi sarjana.

Lalu, setelah studi selesai, membalas budi kalian pada orang tua, lalu meyakinkan orang tua kalian bahagia kalian itu seperti apa, saatnya...

ambil hak kalian untuk membahagiakan diri kalian sendiri!

See you on top guys!





Eh eh Drey, tapi aku telat lulus karena prodi baru ngebolehin aku sama seluruh temen seangkatanku ngajuin judul bulan Oktober. Gimana, dong?

HAHAHAHAHA KITA PASTI SATU JURUSAN =))))) Kalem weh, da aku juga gitu wkwkwkwk.

Comments

Popular Posts